Serangan Kimia Guncang Dunia Internasional
NusantaraGlobal – Pada awal April 2018, dunia dikejutkan oleh laporan terjadinya serangan kimia di kota Douma, Suriah, yang menyebabkan puluhan warga sipil tewas dan ratusan lainnya mengalami gangguan pernapasan. Serangan kimia di Douma tersebut diduga melibatkan penggunaan gas beracun seperti klorin dan senyawa sarin. Video dan gambar korban, termasuk anak-anak, tersebar luas di media sosial dan memicu kemarahan global.

Douma adalah salah satu kota di Ghouta Timur yang saat itu menjadi benteng terakhir pemberontak di dekat ibu kota Damaskus. Serangan kimia diduga dilakukan oleh pasukan pemerintah Suriah yang ingin merebut kembali wilayah tersebut. Organisasi seperti White Helmets dan Syrian American Medical Society melaporkan bahwa lebih dari 40 orang meninggal dunia, dan banyak korban ditemukan di rumah-rumah dengan gejala khas paparan bahan kimia.
Rezim Bashar al-Assad membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai “rekayasa” dari kelompok oposisi untuk menarik intervensi Barat. Namun, sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris, menyatakan keyakinan bahwa rezim Suriah berada di balik serangan mematikan tersebut, dan menuntut tanggapan tegas.
Respons Cepat Amerika Serikat dan Sekutunya
Sebagai reaksi terhadap Serangan kimia di Douma, Amerika Serikat bersama Inggris dan Prancis meluncurkan serangan udara terhadap sejumlah fasilitas militer di Suriah pada tanggal 14 April 2018. Serangan tersebut menargetkan fasilitas riset dan produksi senjata kimia yang diduga digunakan oleh pemerintah Suriah. Ini merupakan aksi militer gabungan yang terkoordinasi dan berskala besar.
Presiden Donald Trump menyampaikan bahwa aksi militer ini dimaksudkan untuk menghentikan penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad dan memberikan peringatan keras. Ia juga menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan merupakan awal dari keterlibatan jangka panjang AS di Suriah, tetapi langkah terbatas yang bersifat punitif dan preventif.
Perdana Menteri Inggris Theresa May dan Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyatakan bahwa keputusan mereka bergabung dalam serangan udara adalah demi melindungi norma internasional terhadap penggunaan senjata kimia, yang dilarang secara global. Mereka menyebut aksi itu sebagai langkah moral dan legal untuk mempertahankan kemanusiaan.
Target Serangan dan Hasil Sementara
Serangan udara yang dilakukan oleh AS dan sekutu menyasar tiga lokasi utama: pusat penelitian di Damaskus, serta dua fasilitas penyimpanan dan produksi senjata kimia di dekat Homs. Serangan ini melibatkan kapal perang, jet tempur, dan rudal jelajah Tomahawk. Total lebih dari 100 rudal diluncurkan dalam operasi militer tersebut.
Militer AS mengklaim bahwa semua target berhasil dihantam dengan presisi tinggi dan tidak ada korban sipil yang dilaporkan. Pemerintah Suriah dan Rusia menyatakan bahwa sebagian besar rudal berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Suriah, namun klaim ini dibantah oleh Pentagon. Rusia, sekutu utama Assad, mengecam keras serangan tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Dampak langsung dari serangan ini adalah kerusakan besar pada fasilitas senjata kimia Suriah, namun tidak memengaruhi posisi militer Assad secara signifikan. Banyak analis menilai bahwa serangan ini lebih bersifat simbolis, sebagai bentuk penegakan garis merah terhadap penggunaan senjata kimia, daripada mengubah jalannya perang secara keseluruhan.

Ketegangan Global dan Reaksi Diplomatik
Aksi militer Serangan kimia di Douma ini meningkatkan kembali ketegangan antara negara-negara Barat dengan Rusia dan Iran, dua sekutu utama pemerintah Suriah. Rusia menggelar pertemuan darurat di Dewan Keamanan PBB dan menuduh AS dan sekutunya melakukan tindakan agresif tanpa bukti konkret. PBB sendiri belum mengeluarkan kesimpulan resmi karena penyelidikan masih berlangsung melalui Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW).
Sementara itu, sejumlah negara Eropa dan kawasan Timur Tengah menyatakan dukungan terhadap aksi militer yang dilakukan oleh koalisi Barat. Mereka menyebut bahwa tindakan ini menjadi sinyal penting bagi rezim Assad dan aktor negara lainnya bahwa penggunaan senjata kimia tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi.
Namun, sebagian pihak internasional menyerukan kehati-hatian agar konflik Suriah tidak berkembang menjadi perang terbuka antara kekuatan besar. Banyak analis politik memperingatkan bahwa aksi militer tanpa strategi jangka panjang berisiko memperburuk instabilitas regional dan menambah penderitaan rakyat Suriah yang telah lebih dari satu dekade hidup di tengah perang.
Dampak Jangka Panjang bagi Suriah dan Tatanan Global
Serangan kimia di Douma dan aksi balasan dari AS dan sekutunya memperkuat urgensi perlindungan hukum humaniter internasional. Meski aksi militer mendapat dukungan dari sebagian komunitas internasional, banyak pihak mendesak pentingnya penegakan hukum dan penyelidikan menyeluruh atas pelaku serangan kimia melalui jalur hukum internasional, bukan hanya aksi militer.
Tragedi Douma juga menunjukkan betapa lemahnya sistem perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata modern. Penggunaan senjata kimia yang dilarang secara luas tetap terjadi, dan respons global pun masih terbagi antara diplomasi dan kekuatan militer. Dunia dituntut untuk memperkuat komitmen terhadap norma-norma kemanusiaan internasional.
Bagi rakyat Suriah, kejadian ini hanyalah salah satu dari sekian banyak tragedi yang menimpa mereka sejak perang sipil dimulai pada 2011. Harapan akan perdamaian dan keadilan masih jauh, namun komitmen internasional dalam menegakkan aturan hukum internasional menjadi langkah awal yang penting untuk memastikan bahwa kekejaman seperti di Douma tidak terulang kembali.